Konstitusi
Konstitusi
Konstitusi berasal dari
bahasa Inggris yaitu “constitution”
yang memiliki arti membentuk, menata ataupun menyusun suatu negara. Jadi secara
umum konstitusi merupakan suatu keseluruhan aturan dan ketentuan dasar tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat suatu pemerintahan yang ada
di dalam sebuah negara. Dalam hal ini para ahli juga memiliki beberapa
pengertian tentang konstitusi, yang diantaranya:
·
K.C.
Wheare, konstitusi merupakan keseluruhan sistem suatu negara yang berupa
kumpulan peraturan yang mengatur atau memerintah jalannya pemerintahan dalam
suatu negara.
·
Herman
Heller, konstitusi memiliki arti lebih luas dibanding UUD. Konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
·
L.J.
Van Apeldoorn, di dalam konstitusi memuat berupa peraturan tertulis maupun yang
tidak tertulis.
·
Koernimanto
Soetopawiro, menurutnya konstitusi berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi
konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
Tentu konstitusi juga memiliki sebuah tujuan bagi suatu negara, yaitu:
·
Membatasi
penguasa agar tidak bertindak seenaknya, melainkan harus tetap mengikuti dan
mematuhi konstitusi yang ada.
·
Melindungi
HAM orang lain, jadi para penguasa harus menghormati HAM orang lain dan wajib
mendapatkan hak perlindungan hukum dalam hal pelaksanaan hak nya.
·
Sebagai
pedoman negara, karena apabila suatu negara tidak memiliki konstitusi tentu
negara tersebut tidak dapat berdiri seutuhnya.
Dalam hal ini konstitusi
memegang peran penting bagi sebuah negara, karena bisa jadi jika tidak ada
konstitusi maka tidak akan terbentuk suatu negara. Jika dilihat dalam konteks
sejarah, hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Konstitusi
juga merupakan sebuah ukuran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
merupakan ide-ide dasar yang ditetapkan untuk mengemudikan suatu negara.
Konstitusi menggambarkan struktur negara dan sistem kerja yang ada yang ada
diantara lembaga-lembaga negara. Konstitusi juga menjelaskan kekuasaan dan kewajiban
pemerintah agar tidak bertindak seenaknya, melainkan tindakannya harus
dilandasi oleh konstitusi yang telah berlaku di dalam negara.
Di Indonesia telah
beberapa kali mengalami perubahan konstitusi, yang diantaranya:
·
UUD
1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Konstitusi
pertama dalam Indonesia ini berupa konstitusi tertulis, karena UUD 1945
merupakan hukum dasar waktu itu yang dituangkan dalam suatu dokumen yang
formal. Konstitusi ini dituangkan dalam satu dokumen saja tanpa ada dokumen
yang lain, seperti konstitusi yang ada di negara Swedia dan Denmark. Sistem
pemerintahan pada masa ini adalah presidensial. Menurut sifatnya UUD 1945
termasuk konstitusi yang kaku karena Uud 1945 hanya dapat diubah dengan cara
tertentu dan istimewa tidak seperti mengubah peraturan perundang-undangan
biasa.
·
Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Konstitusi
ini juga merupakan konstitusi tertulis yang dikarenakan hanya tertuang dalam
satu dokumen. Sistem pemerintahan pada masa ini adalah parlementer. Konstitusi
ini terbentuk asal usulan PBB, dengan mempertemukan wakil dari Indonesia dengan
wakil dari Belanda, kemudian terjadi persetujuan yang dituangkan dalam dokumen
pada tanggal 27 Desember 1949, maka terbentuklah RIS. Konstitusi RIS merupakan
konstitusi yang bersifat kaku dikarenakan mempersyaratkan prosedur khusus untuk
perubahannya. Konstitusi ini juga dianggap tidak sejalan dengan keinginan para
pendiri negara, sehingga membuat negara bagian RIS memutuskan kembali bergabung
ke dalam NKRI.
·
UUDS
1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Konstitusi
ini hanya bersifat sementara sampai menunggu terpilihnya konstituante hasil
pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan umum 1955 berhasil
memilih konstituante secara demokratis, namun konstituante gagal membentuk
konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang berisi tentang penetapan
kembali UUD 1945. Sistem pemerintahan pada masa ini masih parlementer.
·
UUD
1945 setelah amandemen ( 5 Juli 1959-Sekarang)
Setelah UUD
1945 diberlakukan kembali ternyata masih meninggalkan kelemahan. Pertama,
adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi muatan UUD 1945. Kedua,
kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945. Ketiga, ketidak
lengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif, yang menimbulkan
instabilitas hukum dan politik. Hal ini menyebabkan satu kelompok menghendaki
UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, dan kelompok yang lain menuntut
perubahan kembali atau amandemen terhadap UUD 1945, dan kelompok yang terakhir
tetap pada UUD 1945 setelah amandemen.
/
Komentar
Posting Komentar