Kebudayaan
KEBUDAYAAN
Kebudayaan, wujud
kebudayaan, unsur kebudayaan
Paham kebudayaan dalam kehidupan
sehari-hari dibatasi hanya pada hal-hal yang indah (seperti candi, tari-tarian,
seni rupa, seni suara, kesusasteraan dan filsafat). Namun menurut antropologi kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam hal ini
berarti seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena sangat jarang
tindakan manusia di kehidupan bermasyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan
belajar, yaitu hanya dengan tindakan naluri, beberapa refleks, beberapa
tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta. Definisi yang
menganggap bahwa kebudayaan adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh
manusia dengan belajar juga diajukan oleh beberapa tokoh sarjana antropologi
yang terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhohn, A. Davis, dan A. Hoebel. Menurut
sarjana antropologi A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn setidak kebudayaan paling
tidak memiliki 160 buah definisi yang kemudian dianalisis, dicari latar
belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa
tipe definisi.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta “buddhayaah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang memiliki arti
“budi” atau “akal”. Yang berarti kebudayaan memiliki arti hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Namun ada sarjana lain yang membedakan antara
“budaya” dengan “kebudayaan”. Menurut mereka yang membedakan hal tersebut “budaya”
adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
“kebudayaan” memiliki arti hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Namun dalam
antropologi-budaya perbedaan tersebut ditiadakan. Kata “budaya” di sini hanya
dipakai sebagai singkatan dari kata “kebudayaan” dengan memiliki arti yang
sama. Di samping istilah kebudayaan terdapat juga istilah peradaban. Istilah
peradaban juga sering digunakan untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai
sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni rupa, seni bangunan, dan sistem
kenegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks. Ahli sosiologi Talcott
Parsons dan bersama seorang ahli antropologi bernama A.L. Kroeber pernah
menyarankan untuk membedakan secara rinci wujud kebudayaan sebagai suatu sistem
dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian
tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Serupa dengan J.J. Honingmann yang
membedakan adanya tiga gejala kebudayaan yaitu, ideas, activities, dan
artifacts. Dalam hal ini kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu:
1.
Wujud
ideal dari kebudayaan
Wujud ini bersifat abstrak,
tidak dapat diraba atau difoto yang terdapat dalam kepala-kepala, atau dalam
pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Sekarang
kebudayaan ideal juga banyak terdapat dalam bentuk disk, arsip, koleksi
microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder, dan pita komputer. Ide dan
gagasan banyak hidup di dalam kalangan masyarakat, gagasan-gagasan itu itu
dilepas satu sama lain, melainkan saling berkaitan yang kemudian menjadi suatu
sistem. Ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya, atau
cultural system. Dalam bahasa Indonesia terdapat istilah lain yang tepat untuk
menyebut kebudayaan ini, yaitu adat, atau adat-istiadat untuk bentuk jamaknya.
2.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia
dalam masyarakat
Wujud kedua dari kebudayaan
yang disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola
manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yang saling berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu
dengan yang lainnya dari detik ke detik, hari ke hari, tahun ke tahun, selalu
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi
sehari-hari di sekitar kita, bisa di observasi, difoto, dan didokumentasikan.
3.
Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Wujud kebudayaan yang ketiga ini disebut kebudayaan
fisik, dan tidak memerlukan banyak penjelasan. Karena keseluruhan total berasal
dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat, maka sifatnya ini bersifat paling konkret, dan berupa hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Ketiga wujud kebudayaan itu dalam
kehidupan bermasyarakat tidak terpisah satu dengan yang lainnya. Kebudayaan
ideal adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya
manusia. Baiki pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia,
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Begitupun kebudayaan fisik yang
membuat lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari
lingkungan alamiah nya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, dan juga
cara berpikirnya.
Para sarjana antropologi yang biasa
menanggapi suatu kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, ketika
hendak menganalisis membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang
disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural universals. Arti kata
universal dalam hal ini berarti unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi
unsur-unsur tadi ada dan bisa ditemukan dalam semua kebudayaan berbagai bangsa
di dunia. Dalam hal ini unsur-unsur kebudayaan universal yang dapat ditemukan
pada semua bangsa di dunia ada tujuh, yaitu:
1.
Bahasa
2.
Sistem
pengetahuan
3.
Organisasi
sosial
4.
Sistem
peralatan hidup dan teknologi
5.
Sistem
mata pencarian hidup
6.
Sistem
religi
7.
Kesenian
Tiap-tiap unsur
kebudayaan universal menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan, yaitu wujudnya
berupa sistem budaya, berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan
fisik. Ketujuh unsur kebudayaan universal yang ada dapat dibandingkan dengan
daftar dari pranata-pranata sosial yang sudah ada dalam hubungan dengan uraian
mengenai analisis pemerincian masyarakat. Namun dalam hal ini memiliki
persamaan dan juga perbedaan. Perbedaan dan persamaan ini dikarenakan para ahli
sosiologi yang menggunakan konsep pranata meninjau masyarakat atau kebudayaan
dari sudut salah satu bagiannya sebagai pangkal. Di mana pun ahli sosiologi
melihat peninjauan nya, di situlah ia melihat sebuah pranata. Begitupun
sebaliknya, konsep unsur kebudayaan universal yang dipergunakan ahli
antropologi, meninjau masyarakat atau kebudayaan dari sudut keseluruhan sebagai
pangkalnya. Demikian, ketujuh unsur kebudayaan universal merupakan satu sistem
pemerincian dari suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagiannya.
Mengenai ketujuh unsur kebudayaan
universal itu juga biasanya dipakai oleh para penulis etnografi untuk dijadikan
contoh menyusun daftar isi buku etnografi nya. Dengan membawa kerangka tersebut
ke lapangan, seorang sarjana antropologi sudah mengetahui sebelumnya
unsur-unsur yang akan ditelitinya. Tiap unsur kebudayaan universal dapat
diperinci ke dalam unsur-unsurnya yang lebih kecil sampai beberapa kali. Dengan
mengikuti metode pemerincian dari seorang ahli antropologi yang bernama R.
Linton, maka pemerincian itu akan dilakukan sampai empat kali. Karena serupa
dengan kebudayaan dalam keseluruhan, tiap unsur kebudayaan universal itu juga
memiliki wujud, yaitu wujud sistem budaya. Wujud sistem sosial, dan wujud
kebudayaan fisik, maka pemerincian dari keseluruhan dari ketujuh unsur tadi masing-masing
harus juga dilakukan dalam ketiga wujud tersebut.
Komentar
Posting Komentar